Friday, November 15, 2013




Kerry VS Traktor
Oleh : Lidya Renny Chrisnawaty

Hari ini Kerry, si kerbau merasa tidak sehat. Punggungnya sakit dan kakinya pegal sekali. Pekerjaannya jadi lambat dan Pak Petani marah padanya. Setiap pagi dia harus membajak sawah yang luass sekali. Tak heran lama-kelamaan badannya tidak kuat karena kerbau yang dimiliki Pak Petani hanya Kerry.
“Kamu sudah tua dan layak dijual,” gerutu Pak  Petani saat memasukkan Kerry ke kandang.
Kerry jadi amat sedih. Dia sedang sakit dan ingin dirawat, tapi Pak Petani malah mengomelinya sepanjang waktu.
“Dulu waktu masih muda dan kuat, Pak Petani selalu memujiku karena cakap mengerjakan pekerjaanku. Hasil sawahnya juga berlimpah dan bagus karena tanahnya subur saat kubajak.  Tapi sekarang setelah aku kelelahan dan mulai menua, Pak Petani terus menggerutu bahkan tak segan memecutku,” curhat Kerry pada Sasha, si sapi betina.
“Moooo…” pekik Sasha kesal. “Sama! Aku juga begitu! Dulu waktu masih muda dan bisa menghasilkan susu yang banyak, Pak Petani sayang padaku. Rumput untukku selalu hijau dan segar-segar. Sekarang hanya rumput kering yang dicarikannya untukku. Manusia memang susah dimengerti!”
“Bagaimana kalau kita kabur saja?” Kerry melontarkan ide yang dianggapnya cerdas.
Sasha mengeleng-geleng sehingga lonceng di lehernya berbunyi ‘klenteng klenteng’. “Kandangnya selalu dikunci. Dan untuk apa kita kabur? Toh kita masih diberi makan. Di luar kita harus mencari makan sendiri,” kata Sasha malas. Dia sudah terbiasa diberi makan dan minum. “Di luar juga dingin kalau hujan, disini kita bisa nyaman tidur karena atapnya tertutup.”
“Benar juga ya,” gunam Kerry. Mereka berdua terdiam lalu memutuskan untuk tidur.
* * *
Pagi-pagi terdengar suara mobil berhenti. Kerry dan Sasha sedang berjemur di luar kandang. Panas matahari sepagi ini sudah terik. Kerry menatap sosok orang yang keluar dari mobil mengkilap itu.
“Tampan sekali,” ucap Sasha kagum. “Kira-kira ada perlu apa ya?”
Pak Petani keluar dari dalam rumahnya. Dia menjabat tangan pria tampan yang berkemeja rapi itu. Mereka kemudian duduk di teras. Kerry dan Sasha penasaran dan mendekat supaya bisa mendengar percakapan mereka.
“Jadi begini, Pak. Jaman sudah makin modern. Semua orang pasti ingin pekerjaannya segera selesai dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Saya kesini untuk menawari traktor yang dapat membajak sawah Bapak dengan cepat. Dan Bapak juga tidak terlalu capek karena tinggal duduk di atasnya saja dan menjalankannya.” Pria tampan yang bernama Pak Donny itu menawarkan.
“Tapi pasti harganya mahal sekali,” Pak Petani berkata ragu-ragu, “dan saya sudah terbiasa menggunakan kerbau. Meski akhir-akhir ini dia mulai menua dan pekerjaannya lambat,” gerutunya.
Kerry menghela nafas dengan sedih. Sasha tersenyum penuh simpati, berusaha menghibur temannya itu. Tidak enak rasanya saat hanya disanjung waktu sehat dan kuat bekerja, dan saat sudah lemah dan menua tidak dipedulikan lagi.
“Kami juga menawarkan kredit,” Pak Donny tersenyum. “Cicilannya murah kok, Pak Rahmat. Bagaimana? Anda mau mencoba membeli traktor kami?” bujuknya.
Pak Petani yang bernama Pak Rahmat terdiam dan berpikir. Dia menoleh pada Kerry.
Kerry berusaha membalas tatapan majikannya dengan pandangan memelas. Dia tidak ingin disingkirkan oleh mesin. Dia ingin terus bekerja meski badannya mulai sakit-sakitkan. Dia ingin mati saat bekerja supaya dia merasa hidupnya berguna. Dia suka bekerja keras. Dia tidak seperti Sasha yang menurutnya pemalas. Kerjaannya hanya tidur-tiduran.
Pak Rahmat melengos dari Kerry lalu memandang Pak Donny. “Baiklah, Pak Donny. Saya ambil satu saja dulu. Kerbau saya sudah tidak berguna. Saya tidak ingin panen saya jadi terhambat.”
Pak Donny tersenyum puas dan mengeluarkan surat-surat yang perlu diisi dan ditanda-tangani Pak Rahmat. Dia berjanji akan mengantar mesin itu besok pagi setelah Pak Rahmat memberikan uang muka pembelian traktor itu.
Kerry menunduk sedih. Mulai besok dia tidak akan terpakai lagi.
* * *
Sudah seminggu ini Kerry tidak bekerja lagi. Pak Rahmat amat suka dengan mesin pekerja barunya. Semua pekerjaan selesai dengan cepat. Pak Rahmat masih berbaik hati mengurusnya. Memberinya makan dan minum. Tapi meski beristirahat cukup, Kerry merasa badannya malah semakin loyo dan lemah. Dia terbiasa bekerja keras. Meski capek dan pegal-pegal namun rasanya lebih segar ketimbang bermalas-malasan seperti ini.
Suatu pagi Pak Rahmat sedang duduk di teras bersama isterinya. Dia sedang menikmati secangkir kopi panas dan sepiring pisang goreng hangat.
“Bagaimana kalau kerbaunya kita jual saja, Bu? Dia sudah tidak berguna lagi. Traktor dari Pak Donny sudah mampu menyelesaikan semuanya.”
“Tapi kasihan, Pak. Kerbau kita sudah bersama kita bertahun-tahun. Masak kita menyingkirkannya begitu saja. Dia sudah banyak membantu kita,” kata Bu Rahmat.
Kerry mendengar semua itu dan makin sedih. Dia akan disingkirkan dari sini. Sasha juga menatap Kerry sedih. Dia akan kehilangan seorang teman.
Pak Rahmat berpikir sejenak,”Bapak capek mengurusnya, Bu.” Dia meminum tehnya sampai habis. “Harus mencari makanan untuknya, menyediakan minum dan memandikannya, membersihkan kandangnya. Pekerjaan Bapak sedang banyak. Panen sebentar lagi.”
Bu Rahmat berpikir sejenak. “Tunggulah sebentar lagi. Anak kita pasti bisa kita ajari mengurusnya. Biarlah Joko yang mulai belajar memberi makan, minum, memandikan dan membersihkan kandangnya sepulang sekolah.”
“Moooo….” Pekik Sasha senang. “Lihat? Untung kita punya majikan perempuan yang baik hati!”
Kerry tertawa. Dia tidak jadi dijual. Dia akan diurus oleh Joko. Dia akan bermain bersama Joko. Dia akan rela-rela saja punggungnya dinaiki oleh Joko. Untunglah, dia tidak jadi membenci traktor itu. Sempat terpikir olehnya untuk merusak mesin itu. Tapi dicegah oleh Sasha. Dia tidak boleh iri pada mesin, bagaimanapun binatang lebih bernyawa dan punya perasaan. Harus dijaga baik-baik. Mesin suatu saat pasti rusak dan bila tidak bisa diperbaiki hanya dibuang begitu saja.
* * *
Sejak Kerry diurus oleh Joko, bocah berusia sebelas tahun itu, hari-harinya dilalui dengan perasaan bahagia. Sepulang Joko dari sekolah, dia diajak Joko bermain di lapangan juga di sungai. Mereka bermain air dan jadi teman yang baik. Mereka saling menyayangi.
* * *
Ditulis         : 20 Maret 2010 
Dikirim        : 22 Maret 2010 
Menang      : Juara 3 Lomba Write A Story Penerbit Erlangga, 05 Mei 2010
http://www.erlangga forkids.com/ index.php? option=com_ content&view=article&id=79&Itemid=146

Teh Hijau Kepala Djenggot

          Dulu aku adalah penggemar soda yang berwarna biruuu. Aku juga suka minum apa saja, kayak teh, kopi, jus, pokoknya minuman yang man...