Lapithus dan
Io
Lidya Renny Chrisnawaty
Dahulu kala di zaman para Dewa ada dua sejoli yang
saling mencintai, yaitu Lapithus dan Io. Begitu besar cinta mereka sehingga Dewa
Zeus cemburu dan memisahkan mereka. Aphrodhite, sang Dewi cinta dan kecantikan
merasa kasihan kepada mereka lalu merubah Lapithus menjadi salju dan Io menjadi
embun.
Sejak itu setiap musim salju tiba, salju akan turun
bersama embun sehingga udara menjadi dingin. Itu berarti Lapithus sedang
memeluk Io, dan apabila musim dingin tiba Io akan membelai Lapithus lembut.
Io menutup buku
dongengnya.
“Oh, itu
sebabnya kamu diberi nama Io? Soalnya kamu lahir pas hari bersalju di London
dan kebetulan Mamamu sedang baca dongeng itu?”
“Iya. Karena
Lapithus adalah cowoknya jadi aku diberi nama Io, yaitu embun.”
“Hahaha, Mamamu
lucu juga ya? Kan panggilannya jadi aneh. Io… kayak lagu aja. Old Mcdonals had a farm. E-i-e-i-iaaooooo
ioooo…. HAHAHA.” Arka tergelak.
Io memukulkan
buku dongengnya ke bahu Arka dengan raut wajah sebal. “Namamu sendiri artinya
apa? Ar Ar Ka Kaaa.”
“Oh, Arka sih
kata Papaku artinya Matahari. Soalnya aku kan lahir pagi-pagi setelah matahari
bersinar. Aku ini matahari yang menerangi dunia,” ucap Arka bangga.
“Oh, pantes ya,
kulitmu item terbakar matahari,” ejek Io.
Arka tertawa.
“Tapi aku juga mau kok jadi Lapithus.” Dia memandang Io penuh arti.
Io, gadis
berambut sebahu itu tertegun. “Kenapa kamu mau jadi salju?”
“Supaya aku bisa
memeluk Io,” Arka tersenyum.
Io tertawa
sampai giginya yang putih berderet rapi terlihat. “Siapa juga yang mau kamu
peluk? Ogahh dehh… nehi… nehi…” protesnya.
“Bener gak mau?”
Arka, cowok berambut ikal, berkulit kecoklatan dan bertubuh tegap itu mengerling
jenaka. “Banyak cewek yang mau sama aku loh. Kamu akan nyesel deh nolak aku.”
Io tertawa lagi,
menganggap Arka bercanda. “Kalo Io adalah embun, dipeluk Arka yang adalah
matahari, nanti lumer donk. Mencair, menghilang tak berbekas.”
Arka hanya
tersenyum. “Aku serius kok. Io, kamu mau jadi pacarku gak?”
Io tertegun. Dia
tidak bisa menyangkal kalo Arka adalah cowok yang menarik dan menyenangkan. Sejak
pertama berkenalan di sebuah pameran buku mereka merasa cocok karena sama-sama
hobi membaca. Tapi rasanya terlalu cepat Arka memintanya menjadi pacar,
mengingat usia pertemanan mereka yang baru sebulan. Lagipula Io sebentar lagi
pulang ke London, karena dia hanya liburan ke rumah Neneknya di Yogyakarta.
“Arka… bukankah
terlalu cepat kamu meminta itu? Lagipula aku bukan hendak menetap disini.”
“Kalo kamu jadi
pacarku, so stay here for me…”
Io kaget. Meski
Arka mengucapkan permintaan itu dengan lirih, tapi rasanya itu terlalu egois!
“Arka! Aku di
London masih sekolah, aku tidak bisa tiba-tiba pindah kesini hanya demi kamu! Jangan
egois seperti itu, Arka! Kita belum lama berkenalan tapi kamu sudah meminta
sesuatu yang tidak masuk akal!” Io berdiri seakan menantang Arka yang masih
berbaring di rumput halaman rumah Nenek Io.
Arka terpanjat
karena Io malah marah dengan permintaannya. Dia terlonjak berdiri dan menggenggam
tangan Io.
“Maaf, aku hanya
ingin menghabiskan banyak waktu bersamamu, Io,” kata Arka dengan raut wajah
menyesal. “Tapi kalo kamu mau kita berhubungan jarak jauh, ya tidak masalah
bagiku.” Arka berusaha bernegosiasi.
Io mencibir.
“Aku kan belum mengatakan ‘iya’ untuk jadi pacarmu. Ke-ge-er-an amat sih kamu?”
Arka tertawa.
“Akan kutunggu sampai kamu bilang iya!” ucapnya yakin.
* *
*
Desember. London begitu dingin, Arka. Jalanan
di sepanjang tepian Sungai Thames diguyur hujan salju. Atap-atap rumah tertutup
lapisan putih salju. Ranting-ranting pohon tak berdaun hijau lagi, tersangkut
beberapa lapisan salju. Aku juga merindukanmu, Arka. Liburan Natal nanti aku
belum bisa ke Indonesia lagi. Mungkin Tahun Baru.
Io
tersenyum dan menghentikan gerakannya menulis surat untuk Arka. Tiga bulan lalu
Arka diterimanya menjadi pacar semata karena iseng aja. Usia Io enam belas
tahun dan belum pernah berpacaran. Dia ingin merasakan indahnya merindukan
seseorang itu. Tapi kalo mau jujur dia memang tertarik juga pada Arka. Jadi tak
ada salahnya mereka berpacaran meski jarak jauh seperti ini. Toh, kalo Io
bosan, dia bisa memutuskan Arka dan cari pacar di London.
Arka
memang punya banyak permintaan yang aneh-aneh. Di jaman handphone dan internet
seperti ini, Arka malah ingin berkirim surat dengan tulisan tangan. Katanya
akan lebih bernyawa membaca tulisan tangan Io daripada membaca ketikan komputer
di email. Arka juga bilang ingin mengoleksi perangko dari London.
Desember. Yogyakarta. Disini panas, Io
sayang. Ada Arka ( matahari ) disini sehingga terik membakar kulit. Aku jadi
makin hitam nih. Pasti kamu kaget. Oh kusertakan fotoku ya. Aku sangat
merindukanmu. Ingin rasanya terbang kesana menggapaimu. Dan menjadi Lapithus
yang bisa memeluk Io. Jangan cari Lapithus disana ya. Sudah ada Arka yang
memeluk Io.
“Ya
ampun hari gini masih surat-suratan? Dengan chat dan email kamu bisa
balas-balasan dalam waktu singkat!” Rano, sepupu Arka yang tinggal di sebelah
rumahnya, tiba-tiba masuk ke kamarnya mengagetkannya.
Arka
tertawa. “Justu itu tantangannya. Aku harus bersabar menunggu surat balasannya.
Nyaris setiap hari aku duduk di deket jendela, menunggu Pak Pos menyerahkan
surat dari Io padaku.”
“Kamu
memang aneh.” Rano menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lihat,
ini fotonya. Cantik kan?” Arka dengan bangga menunjukkan foto gadis cantik
dengan bola mata kecoklatan dan kulit putih bersih. Tawanya akan membuat pria
manapun takluk.
“Ya,
amat cantik.” Rano memandang foto itu lekat. Iri dengan keberuntungan Arka.
Sudah tiga bulan
Arka dan Io lancar berkirim surat. Surat terakhir yang datang dari Io adalah
ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru dan pemberitahuan dia akan datang pada
tanggal 10 Januari. Arka begitu senang dan menceritakannya kepada Rano dengan
penuh semangat. Arka membalas surat itu, karena hari itu dia ada kuliah pagi
dan tidak sempat mampir ke kantor pos, maka dititipkannya surat itu kepada Rano
untuk diposkan.
Seminggu,
balasan Io belum datang. Arka bertanya pada Papa dan Mamanya namun mereka
bilang tidak ada surat datang. Arka terus menunggu Pak Pos di depan jendela. Dua
minggu. Arka mulai agak cemas dan mulai menyesali kenapa mereka dulu tidak
bertukar nomer handphone dan email? Arka hanya tahu alamat surat Io. Tiga
minggu, Arka datang ke rumah Nenek Io. Tapi Neneknya bilang tidak ada kabar buruk
apa-apa, sepertinya kabar cucunya di London baik-baik saja. Sebulan, Arka mulai
sedih.
“Mungkin Io
sudah punya pacar baru. Bule kan cakep-cakep. Lagian kamu aneh-aneh aja pacaran
jarak jauh gitu. Aku yang pacaran beda kota aja diselingkuhi pacarku, apalagi
kamu yang di luar negeri,” Rano malah memanas-manasi Arka.
Sudah dua bulan
dan Io juga tak datang di tanggal yang dijanjikannya. Arka mulai percaya ucapan
Rano dan nyaris tergoda dengan tawaran Rano untuk berkenalan dengan cewek lain
di kampusnya. Namun Io sungguh berarti bagi Arka. Arka meminta ijin kepada
kedua orang tuanya untuk pergi ke London menemui Io.
“Tapi,
kesehatanmu? Kamu tidak cocok dengan
udara dingin, Arka,” sahut Mamanya cemas.
“Arka tidak apa,
Ma. Arka juga tidak akan merepotkan Papa
dan Mama soal biaya. Arka punya tabungan di Bank dan celengan. Cukup untuk
pergi kesana,” kata Arka mantap. Yakin dengan keputusannya.
“Baiklah. Papa
punya teman di London. Nanti Papa hubungi dia supaya kamu bisa tinggal sebentar
di rumahnya,” kata Papanya.
“Makasih, Pa.”
Arka terharu karena kedua orang tuanya mendukung keputusannya. Rano yang tahu
menentang mati-matian.
“Gila kamu! Untuk
apa kamu nyusul ke London segala? Disini banyak cewek lain, Ar!”
“Rano, aku yakin
Io cinta sama aku, dan aku juga cinta sama dia. Mungkin ada sesuatu hal
sehingga dia tidak bisa kirim surat. Mungkin jalur Pos terhalang salju atau
apa. Pokoknya aku mau kesana!”
* * *
Arka
menggigil meski dia sudah menggunakan jaket tebal, syal dan sarung tangan. Dia
juga terus-menerus bersin dan kulitnya terasa gatal. Berkat bantuan teman
Papanya, Arka dengan mudah menemukan rumah Io. Rumah itu tidak terlalu besar
tapi indah. Arka sudah mengetuk pintu tapi tak ada yang membukakan. Dia
menunggu di teras rumah itu sambil meringkukkan tubuhnya.
Satu
jam kemudian sebuah mobil berhenti di depan rumah Io. Seorang gadis berjaket
tebal merah keluar dari pintu sebelah kanan. Dan dari sisi pintu mobil kiri
keluar seorang cowok bule tampan berjaket biru. Mereka masuk halaman sambil
berbincang dan tertawa.
Arka
terperangah melihat pemandangan itu. Ah, apa Rano benar? Io sudah punya pacar
yang lain? Arka bangkit dari duduknya dan menyapa Io.
Io
kaget melihat Arka. “Arka? Was it`s real
or just my fantasy?”
“Yes. This is me. Not your fantasy.” Arka
menatap Io dengan perasaan campur aduk. Kagum dengan kecantikan Io yang
rambutnya sekarang sudah sepunggung. Rindu memeluk Io. Dan juga sedih melihat
Io bersama cowok lain.
Cowok
bule itu tersenyum pada Arka lalu masuk ke dalam rumah. Io dan Arka duduk di
teras.
“Tampaknya
kamu sudah punya pacar baru?” sindir Arka langsung.
“Dia
bukan pacarku,” sangkal Io. “Dia sepupuku.”
“Benarkah?
Lalu kenapa kamu tidak pernah mengirim surat lagi padaku?”
Io
kaget lalu menatap Arka dengan raut wajah sedih. “Bukankah di dalam surat
terakhirmu, kamu sendiri yang bilang kalo kamu sudah punya pacar baru dan
memintaku untuk tidak mengirim surat lagi padamu?”
Arka
kaget. “Aku tidak pernah mengirim surat seperti itu!”
“Aku
tidak bohong. Aku masih menyimpan surat itu!” Io berlari masuk ke dalam rumah
dan Arka mengikutinya. Io masuk ke kamarnya dan mengubrak-abrik laci meja
riasnya. Dia menemukan surat-surat dari Arka di lapisan paling bawah.
Arka
terperangah saat membaca surat itu. “Ini bukan tulisan tanganku! Kenapa kamu
tidak memperhatikannya? Beda dengan tulisan tanganku sebelumnya.”
“Disitu
juga tertulis, tulisanmu agak beda karena tanganmu sedikit terkilir.”
“Ini
tulisan…” Arka tertegun. “Rano, sepupuku! Ah, dasar sepupu sialan! Awas kalo
nanti aku pulang!” geram Arka.
“Bagaimana?
Aku tidak paham. Kamulah yang memutuskan aku,” ucap Io sedih. Bola mata
kecoklatannya berkaca-kaca.
“Sayang,
ini hanya salah paham. Aku menitipkan suratku ke Rano, sepupuku untuk diposkan.
Ternyata dia mengubah isi surat ini dan mengirimkan kepadamu. Ah, pantas surat
darimu tak pernah datang lagi. Dia iri aku punya pacar yang cantik dan setia,
sementara pacar dia di lain kota selingkuh. Maafkan aku ya sudah meragukanmu.” Arka
menggenggam tangan Io.
“Ah,
jadi si Rano itulah yang jadi Dewa Zeus untuk memisahkan kita karena cemburu
dengan ketulusan cinta kita?” Io tertawa.
“Sepertinya
begitu.” Arka tertawa dan memeluk Io. “Akhirnya aku bisa memeluk Io, tapi…
Hatsyiiiiiiiiiiiii!!! Hatsyiiiiiiiii!!” Arka melepaskan pelukannya dari Io.
“Ada
apa, Arka? Kenapa wajahmu bentol-bentol dan memerah?”
“Kuberanikan
datang kesini untuk menemuimu. Aku ingin jadi Lapithus yang memeluk Io, tapi
ternyata gagal karena aku alergi dingin. Hahaha.” Wajah Arka makin memerah
karena malu.
Io
tertawa. “Tidak apa. Akan kurawat Arka, matahariku.” Dibelainya pipi Arka yang
bentol kemerahan lembut. Hangat menyapu kulit Arka dan juga hatinya.
* * *
Ditulis : 24 Juni 2010
Dikirim : 26 Juni 2010
Dimuat di Majalah Hai : No. 34 /Th XXXIV 23-29 Agustus 2010