Miss Cathy
Lidya Renny Chrisnawaty
Meonggggg…
“Kyaaaaaaaaa!!
Cathyyyyyy…!”
Catherine langsung
nongol sambil menggendong anggora berbulu putih kesayangannya.
“Ada apa, Kak Ana?”
“Ada apa? Lihat nih,
kucingmu bikin ulah lagi!” teriak Mariana kesal. Tiga guratan merah terlihat di
lengan kirinya.
“Ah, pasti Kak Ana yang
usil guntingin kumisnya lagi deh,” tuduh Catherine.
“Eh, bukannya kuatirin
Kakak atau bantuin obatin kek, eh malah nuduh-nuduh,” desis Mariana marah.
Bukan kali ini saja
mereka bertengkar soal kucing, binatang kegemaran Catherine itu atau yang
dipanggil Cathy. Gadis kecil berusia empat belas tahun itu terlalu maniak
kucing. Koleksinya sudah terlalu banyak tapi masih tetep suka nambah lagi dan
lagi. Mariana bukannya benci pada kucing, cuma kalo seisi rumah begini jadi
kandang kucing, dia kesal juga.
Bayangin aja dia turun
dari kamarnya di lantai atas, di tangga sudah ada dua kucing asyik tiduran, dia
nyaris saja kesandung. Kalo keinjek dia yang disalahin Cathy, tapi kalo dia
sampai jatuh siapa yang mau tanggung jawab? Si kucing? Aih binatang itu tetep
asyik aja mengeong-ngeong manja.
Mau mengadu pada siapa?
Papa sibuk bekerja, berangkat pagi pulang malem, begitupula Mama sebagai wakil
Papa di kantor. Di rumah Mariana dan Catherine cuman berdua, dengan pembantu
yang datang pagi pulang sore. Dan Cathy asyik berteman dengan kucing-kucingnya.
Ini tidak bisa
dibiarkan! Pikir Mariana geram. Sudah cukup penderitaannya karena kucing-kucing
milik Cathy. Sudah berkali-kali dia nyaris terjembab dari tangga, nginjak
kotorannya yang baunya aduhai, ataupun tubuhnya babak belur dicakar kucing-kucing itu.
Malamnya Mariana online
di chat facebook, meluapkan kekesalannya pada pacarnya yang sedang mudik ke
luar kota.
Gimana aku nggak kesal, Say. Hari ini lenganku dicakar lagi sama
salah satu kucing itu! Jadi nggak mulus lagi deh.
Hahaha, tetep cantik kok, say
Makasih, Say *blushing icon* Gimana ya cara menyingkirkan
kucing-kucing itu?
Hmm, cariin pacar aja buat adikmu itu.
Hahh, pacar? Dia itu temen aja nggak punya, kebanyakan ngurusin
kucing-kucingnya itu.
Makanya, sebagai Kakak yang baik cariin donk dia pacar.
Setelah ngobrol tiga
jam-an, Mariana offline karena udah ngantuk. Sambil tiduran dia mikir.
Benar juga ya, kalo dia
sibuk kencan kan jadi nggak ngurusin kucing-kucingnya. Lama-lama kucingnya pada
mati deh soalnya nggak dikasih makan sama majikannya, eh kejam banget sih aku. Maksudku
lama-lama Cathy akan bosan dengan kucingnya dan suruh jual atau kasih orang
deh.
Okey, aku pikirin dulu
kandidat calon pacarnya. Hmm… anak tetangga belakang rumah kayaknya sip juga. Seumuran
sama Cathy, cute dan gaul. Perfect.
Besok aku kesana pura-pura pinjem apa atau nganterin makan kek sama ngajak
Cathy terus aku suruh kenalan deh mereka. Terpaksa jadi Mak comblang daripada
kena cakar mulu.
* * *
Seperti biasa sepulang
sekolah bukannya makan duluan tapi Cathy selalu menyempatkan mengelus-elus
kedelapan kucingnya dulu.
“Cathyy… kesini bentar
dehh…” panggil Mariana.
Setelah menyelesaikan
ritualnya mengelus kedelapan kucingnya, dia cuci tangan lalu baru ke ruang
makan. Disana Mariana sudah memegang piring berisi kue-kue kering. Mariana
sengaja meminta Bik Sumi, pembantunya untuk membuat kue hari ini. Bik Sumi
selain pandai membersihkan rumah, juga pandai memasak dan bikin kue.
“Apa, Kak? Waduh enak
sekali kuenya kayaknya,” Cathy mengulurkan tangannya mau mencomot kue itu.
“Eh, jangan, ini buat
tetangga. Itu bagian kita di meja makan.
Ikut Kakak anterin ini, yuk. Ke belakang rumah situ,” ajak Mariana.
“Kan Kakak sendiri bisa,
kenapa sama Cathy?” ucap Cathy heran.
“Udah, ikut ajaaa.”
Mariana menggeret Cathy ke pintu keluar.
“Ganti baju dulu ya,
Kak?”
“Nggak usah,” ucap
Mariana tegas.
Kebetulan sekali cowok
yang diincer Mariana untuk jadi kandidat calon pacar adiknya sedang bermain
basket di halaman.
“Dion, Dion,” panggil
Mariana.
Dion, cowok bertopi
merah, bersinglet hitam dan bercelana pendek itu berlari menghampiri Mariana.
“Ini kue buat kamu dan
keluargamu, oh ya kenalin ini adik Kakak, namanya Cathy.”
Dion menyalami Cathy
yang langsung tersipu malu dikenalin sama cowok cute. Setelah menyebutkan nama
masing-masing, mereka berdua hanya terdiam.
“Oh, aduh, Kakak lupa
ovennya tadi belum Kakak matiin! Cathy kamu disini dulu, Kakak segera kembali!”
Tanpa menunggu jawaban dua bocah SMP itu, Mariana langsung ngacir ke rumahnya.
Sampai rumah dia menutup pintu dan mengintip dari jendela belakang kelakuan dua
ABG itu.
Oh, Dion tersenyum dan
mengucapkan sesuatu. Oh, Cathy tertawa. Oh, Dion memakan kuenya dan mengundang
Cathy masuk ke halaman. Oh, great! Mereka
duduk berdua di kursi taman depan rumah Dion. Sepertinya ini akan berhasil!
Mariana cekikikan sendiri sampai Bik Sumi geleng-geleng melihatnya.
Tiba-tiba kucing-kucing Cathy
mengeong-ngeong keras. Terlihat Cathy tersentak dan bangkit dari duduknya.
“Ssttt… diammm… kalian
ini ganggu majikan kalian kencan saja!” desis Mariana dan melotot pada
kucing-kucing itu. Beberapa menjilati dan melingkar-lingkar di kakinya. “Okey,
okey kalian lapar?”
Mariana mencari dus-dus
makanan kucing di rak. Mengisi piring-piring makanan kucing dan juga mengisi
mangkok air minum mereka.
Ah, ternyata demi adikku
dapet pacar, aku yang jadi ngurusin nih kucing-kucing deh. Dilema jadinya. Mariana
menggaruk-garuk rambutnya. Dia menoleh ke jendela lagi. Ah, Cathy udah nggak
ada, dia pasti pulang deh soalnya dengerin nih kucing-kucing manja
mengeong-ngeong.
Cathy membuka pintu,
“Puss… puss… Mini, Diana, Angel, Siska, Miracle, Nadine, Jenie, Puspita.”
Kedelapan kucing betina
itu langsung berhamburan berlari ke arah majikan kecilnya. Mengeong-ngeong,
menjilati dan melingkar-lingkar manja di kaki Cathy.
“Cathy, coba kesini
sebentar, Kakak mau bicara,” ucap Mariana tegas. “Now. Ke ruang keluarga.”
Setelah Mariana dan
Cathy duduk berhadapan di sofa ruang keluarga yang empuk, Mariana langsung
mengutarakan isi hatinya.
“Cathy, dengarkan Kakak
ya. Kakak bukannya benci pada kucing-kucingmu, tapi Kakak nggak pengen kamu
berakhir jadi wanita tua yang hanya hidup ditemani gerombolan kucing-kucingnya.
Kamu harus cari teman manusia atau… pacar…”
“Ah, jadi itu tadi
maksud Kakak mengenalkan aku sama Dion? Ya, dia emang cute… tapi…”
“Cathy, Kakak nggak bisa
selalu bersama kamu. Sebentar lagi Kakak lulus SMA, dan mungkin akan kuliah ke
luar negeri. Kakak nggak pengen kamu jadi gadis pemalu dan nggak punya teman.
Hanya di rumah saja, tidak bergaul. Come
on, dunia itu indah dan berteman itu asyik. Ya kadang pertemanan emang
diselingi oleh sedikit pertengkaran. Tapi it’s
okey justru dengan itu kamu bisa belajar arti persahabatan. Jadi mohon kamu
membuka hatimu untuk berteman, okey?”
“Baiklah…” ucap Cathy
lirih.
“Nah, sekarang tolong
antarkan kue lapis di dapur ke keluarganya Dion dan berbincanglah dengannya.”
Cathy mengangguk tapi
melirik ke kucing-kucingnya.
“Jangan kuatir,
kucing-kucingmu sudah Kakak beri makan dan minum,” ucap Mariana seakan bisa
membaca pikiran Cathy. Dia masih tak rela meninggalkan kucing-kucingnya.
Beberapa hari kemudian
mulai ada perkembangan yang menggembirakan. Cathy suka bermain basket dengan
Dion dan ngobrol disana lama. Kedua anak itu tampaknya cocok, dan Cathy mulai
tidak memperhatikan kucing-kucingnya. Meski akhirnya Mariana dan Bik Sumi yang
kerepotan memberi makan, minum dan mandiin.
Tapi Mariana senang
adiknya punya teman yang sesama manusia tentunya. Dan suatu hari Cathy mengajak
Dion bermain ke rumah.
Dion terperangah,
mengernyit ketakutan dan mengerang.
“Kucing? Aku benci
kucing! Aku pernah digigit waktu kecil dan aku jadi trauma! Aku nggak mau main
ke rumahmu kalo banyak kucing!” Dion langsung kabur kembali ke rumahnya.
Cathy melongo. Terpaku
di tempatnya. Melirik kucing-kucingnya. Harus memilih mana? Cowok cute apa
kucing-kucingnya? Tapi Dion cowok yang cakep dan menyenangkan…
“Mini, Diana, Angel,
Siska, Miracle, Nadine, Jenie dan Puspita… maafkan aku…”
* * *
Ditulis : 13 Mei 2011 12:57
Dikirim : Rabu 08 Juni 2011
Konfirmasi : Selasa, 28 Juni 2011
Dimuat di Tabloid
Keren Beken : Edisi 13 Tahun
XI, 27 Juni – 10 Juli 2011