What`s A Friends Are For
Lidya
Renny Chrisnawaty
“Sorry, Sar. Aku
nanti malem mau kencan sama Surya…,” kata Ika dengan nada menyesal sewaktu Sari
mengajaknya ke Malioboro Mall.
“Okey. Nggak
apa. Have fun ya…,” sahut Sari berusaha terdengar ikut senang padahal
dalam hati dia kecewa. Sari mematikan HP-nya lalu merebahkan tubuhnya di
ranjang berseprei putih itu. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang bercat
hijau muda itu. Ingatannya melayang ke kejadian beberapa hari yang lalu.
* * *
“Sarr! Aku lagi seneng
banget nih!” Wajah Ika tampak berseri-seri.
“Kenapa? Ada apa? Memang kamu menang undian 1 Milyar
ya? Traktir-traktir donkk…,” goda Sari sambil mengunyah keripik singkong.
“Suryaaa Sarr…,” Ika histeris
dan tidak peduli dengan ledekan Sari.
“Surya? Surya siapa? Surya
Saputra? Kamu ngefans sama dia? Ih boro-boro, meski dia ganteng tapi sudah
kayak om-om tuh.” Sari menepuk rok SMP-nya yang kejatuhan remah-remah keripik.
“Bukan! Surya yang sering
aku ceritain tuh loh. Anak IPA kelas 3, kakak kelas kita.”
“Oh, itu…” Sari angguk-angguk
sok ngerti persis ondel-ondel. ”Kenapa tuh anak?” tanyanya cuek dengan
pandangan sepintas memang-penting-ya?
Tangannya terus asik
mencomot keripik dalam kantong plastik lalu mengunyahnya lagi dengan suara
berisik. `Kraus. Kraus.`
“Surya nembakk aku, Sarr!!”
jerit Ika dengan suara histeris plus agak kesal ngerasa diledekin.
“Hah? Nembak gimana
maksudmu? Dorr gitu?” tanya Sari bego.
“Dia minta aku jadi
pacarrnyaa, gituu!” Ika kesal banget dengan ke-telmi-an sobatnya.
“Wahh selamatt donkk, kaaa!”
Sari akhirnya mengerti. Dia menepuk bahu sahabatnya itu keras-keras. ”Aku ikut
senang dehh!”
“Thanks, Sarr…” Ika nyengir
seneng sekaligus kesakitan. Dia mengelus-elus bahunya yang lumayan sakit digaplok
Sari tadi. “Eh by the way dari tadi
kamu kok nggak nawarin aku keripiknya?”
Sari meringis dan
menyerahkan bungkus keripiknya lalu buru-buru kabur.
“Laa…, koq kosong?
SARIII!!!”
“Jangan lupa traktirannya
yaa!! Ahaha..” teriak Sari dari kejauhan. Sari ikut senang akhirnya Ika pacaran
dengan cowok yang ditaksirnya. Seorang sahabat ikut bahagia bila sahabatnya
bahagia. Gitu kan?
That what`s friend are for. Tapi sejak Ika pacaran dengan Surya, Sari
seolah-olah terlupakan dari hidup Ika. Pertama-tama dia maklum. Maklum pasangan
baru. Lagi anget-angetnya, hot-hotnya. Tapi lama-lama kok dia ngerasa
terabaikan ya. Dulu biasanya setiap istirahat siang, dia dan Ika makan di
kantin berdua sambil ngobrolin macem-macem dari soal gosip seleb sampai ke trend
pakaian terbaru. Tapi sekarang dia sering makan sendirian karena Ika asik
makan dan ngobrol dengan Surya di kantin. Dia sering diajak ikutan tapi dia
tolak dengan halus. Dia tahu diri. Nggak enak. Ganggu orang pacaran. Jadi obat
nyamuk. Hampir setiap malam juga Ika dan Surya pergi keluar berdua, bukan hanya
malam minggu. Surya otomatis telah
memonopoli seluruh waktu Ika, sahabatnya sejak SD itu. Ika yang memang manis
dengan rambut panjang hitam yang terurai sampai ke pinggangnya yang langsing
dan Surya yang termasuk 3 besar cowok terkeren di antara cowok-cowok di kelas 3
memang kelihatan serasi. Manis dan cakep.
Dalam hati Sari agak mangkel
juga. Kesal. Marah pada Surya yang telah merebut sahabat terbaiknya. Memilikinya
untuk dirinya sendiri. Namun Sari hanya bisa diam padahal dia kesepian. Kadang
dia kangen celotehan Ika. Cerita-cerita Ika tentang gosip para artis. Dan
biasanya dia dan Ika ke Mall tiap sabtu dan minggu, sekarang Sari jadi sering
merenung di rumah sambil dengerin radio atau membaca-baca majalah kesayangannya.
Dulu Ika suka nginep di rumahnya dan mereka mendiskusikan artikel di majalah
itu. Apa aku juga cari cowok saja yah? Sari berpikir dalam hati. Cewek berambut
sebahu itu berusaha mengingat-ingat wajah beberapa cowok di sekolahnya, meski
tampang mereka lumayan namun Sari gak berminat. Biarlah aku sendiri dulu, atau
aku cari sahabat baru? Buru-buru ditepisnya pikiran itu. Tidak ada yang bisa
gantiin Ika sebagai sahabatnya meski sekarang Ika sudah melupakannya. Sari
mendesah pelan.
“Sariii… mandi duluu. Ikut
ibu ke tempat Tante Rani nggakk?” teriak ibunya dari luar kamar membuyarkan lamunannya.
“Iyaa buu!!” balas Sari lalu
bergegas menyambar handuknya dan ngibrit ke kamar mandi. Sebenarnya dia tidak
suka pergi ke rumah Tante Rani. Tante Rani itu cerewetnya minta amplop dan Sari
suka tutup kuping kalo denger Tante Rani cerita panjang bangett kayak rel
kereta api. Panjang dan lamaa. Tapi yah daripada dia sendirian di rumah. Bete. Kesepian.
Biasanya tiap malem Ika maen ke rumahnya. Ika… lagi-lagi Ika adalah alasan
kesendiriannya. Kesepiannya.
* * *
Kring. Kring. Telepon di
ruang tengah berbunyi. Sari dengan males-malesan beranjak dari sofa. Dia
langsung melemparkan majalahnya ke meja.
“Uhh… pada kemana sih? Kok nggak
ada yang angkat telepon. Siapa juga yang telepon malem-malem begini,” gerutunya
setelah menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul 10 malam lebih.
“Halo?”
“Sar….,” terdengar sahutan
lemah dari seberang.
Sari terkejut mendengar
suara yang sangat dia kenal itu. ”Ika? Ada
apa? Kok telepon malem-malem gini?”
“Sar… aku boleh nginep ke
rumahmu nggak? Sekarang aku sudah ada di deket rumahmu,” kata Ika dengan suara
parau seperti orang yang mau menangis.
“Iya! Boleh saja,” jawab
Sari cepat.
“Thanks Sar…” Ika
menutup telepon. Sari langsung melangkah cepat ke pintu rumah dan duduk di
teras menunggu kedatangan Ika sambil terus bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan Ika ya? Apa
dia sedang ada masalah? Dengan Surya? Tak lama Ika datang dengan kaos berwarna
pink dan celana jeans biru. Dia langsung memeluk Sari dan menangis. Sari mengelus-elus
rambut Ika, berusaha menenangkannya dan mengajak Ika ke kamarnya. Dugaan Sari
bener.
“Aku bertengkar dengan Surya,
Sarr….” Ika bercerita dengan wajah sembab. Dia bilang Surya itu overprotected
banget. Cemburuan. Ika jadi merasa terkekang dan nggak bebas. ”Kemarin waktu
aku lagi ngobrol sama si Dani, dia langsung nuduh aku selingkuh. Aku nggak
tahan dengan sikap cemburuannya yang kebangetan itu. Padahal liat sendiri kan? Dani sama dia cakepan
mana? Dani culun gitu. Nggak mungkinlah aku naksir dia…”
“Itu kan artinya dia cinta banget ama kamu, ka…”
Sari tertawa kecil. Dia mendengarkan cerita sahabatnya dengan penuh perhatian.
“Iya, mungkin… tapi harusnya
nggak usah terlalu over gitu donk!!” kata Ika dengan kesal. Airmatanya
mengalir ke pipinya.
“Udahlah. Sana baikkan lagi. Kalian kan saling suka, kalau sayang harus saling
memaafkan donk.”
“Aku yang minta maaf? Nggak
sudi! Dia yang salah kok!”
“Nggak ada salahnya kan? Kadang mengalah itu
lebih baik daripada memperbesar masalah. Kamu sayang Surya kan?”
Ika terdiam sesaat lalu
menjawab. “Sayang… Aku sayang banget sama dia..”
Sari tersenyum. “Ya udah. Sana minta maaf. Aku
pinjemin telepon. Siapa tahu dia belum tidur jam segini.”
Ika akhirnya tersenyum dan
menghapus airmatanya. “Tumben kamu jadi bijak, Sar. Eh, ngomong-ngomong kita sudah
lama nggak ketemu sejak aku jadian sama Surya. Aku kangen juga loh sama kamu…” Ika
memeluk Sari erat.
“Iya. Aku juga kangen. Nggak
ada yang nemenin jalan-jalan ke Mall, nggak ada yang ribut-ribut minta traktir
pas bokek.” Sari tertawa kecil.
“Hehe… Thanks yah Sar. Kamu emang
sobatku yang paling baik. Maafin aku yah selama ini telah mengabaikanmu, tapi
kamu tetep selalu ada saat aku butuh. Mulai sekarang aku akan bilang sama Surya
supaya bisa berbagi aku sama kamu. Bagaimanapun aku sadar aku tetep butuh
seorang sahabat seperti kamu. Yang ikut seneng waktu aku seneng, menghibur
waktu aku sedih. Aku bener-bener beruntung punya sahabat kamu Sar…”
“Aku juga beruntung kok, Ka.
Sudah buruan telepon Surya, gih!” Sari menggandeng Ika ke ruang tengah
untuk menelepon.
Esoknya di sekolah Sari
tersenyum menyaksikan sahabatnya kembali mesra dengan pacarnya, si Surya. Bahkan
Surya mendekatinya lalu mengatakan sesuatu yang bikin Sari terkejut.
“Sar… sorry. Aku sudah ngerebut sobatmu. Aku janji deh nggak
akan monopoli Ika buat diriku sendiri. Aku akan berbagi dia sama kamu. Aku
sadar dia tetep butuh seorang temen cewek yang bisa mengerti dia dan itu adalah
kamu. Thanks yah. Berkat kamu kami bisa baikkan dan hubungan kami bisa lebih
baik lagi…” kata Surya panjang lebar dengan penuh rasa terima kasih.
Sari tersenyum. “Iya. Jaga Ika baik-baik. Awass loh kalau
kamu bikin dia nangis lagi! Bakalan aku larang dia pacaran sama kamu!” ancam
Sari sambil ketawa. Mereka bertiga ketawa. Sari senang karena dia akhirnya
mendapatkan sahabatnya kembali. Dan dia bangga bisa menjadi sahabat yang baik,
yang ada di dalam suka dan duka. ‘Cause that what`s a friends are for...
Ditulis : 15 Juni 2006
Dikirim
: 31 Oktober 2008
Konfirmasi : 31 Juli 2009
Dimuat : Majalah Teen Edisi 177/Th XVI/Minggu Ketiga
Agustus 2009
* * *